Masyarakat adat sering disebut masyarakat pribumi atau masyarakat tradisional, yakni kelompok yang secara turun-temurun bermukim di w...
Masyarakat
adat sering disebut masyarakat pribumi atau masyarakat tradisional, yakni
kelompok yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu
karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan
sumberdaya alam dan lingkungan, serta adanya sistem nilai yang menentukan
pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN) mendefinisikan sebagai berikut:
Masyarakat adat
adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah
geografis tertentu di Negara Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah dan sumber daya alam di wilayah
adatnya, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik,
sosial dan hukum yang berbeda, baik sebagian maupun seluruhnya dari masyarakat
pada umumnya.
Definisi itu mengandung makna
masyarakat adat secara teritorial dan genealogis, bahkan definisi itu sudah
mengarah pada pengertian pada kesatuan masyarakat hukum adat. Ada masyarakat
adat berbasis teritorial dalam komunitas kecil, desa, bahkan sampai daerah.
Sebagai contoh masyarakat adat Badui, masyarakat adat Tengger, masyarakat adat
Kubu, dan lain-lain. Ada masyarakat berbasis genealogis (ikatan darah) dalam
bentuk marga, suku bahkan ras yang hidup berpencar melintasi batas-batas
teritorial. Sebagai contoh adalah masyarakat adat Mesuji, ada Mesuji Sumatera
Selatan dan Mesuji Lampung. Demikian juga masyarakat adat Samin yang terpencar
di Blora, Pati, maupun Bojonegoro.
Yanze Arizona (2014) maupun Yando
Zakaria (2014) membagi tiga jenis masyarakat adat:
(a) masyarakat adat yang
paling kecil adalah desa adat sebagai badan hukum
publik yang bersifat genealogis,
teritorial dan fungsional;
(b) kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Badan
hukum perdata yang
bersifat teritorial dan genealogis; dan
(c) masyarakat
tradisional dan masyarakat daerah.
Kesatuan masyarakat hukum adat adalah
tipe masyarakat adat. Setiap kesatuan masyarakat hukum adat pasti masyarakat
adat, tetapi tidak setiap masyarakat adat
(terutama yang bersifat genealogis) merupakan kesatuan masyarakat hukum adat.
Ciri khas utama kesatuan masyarakat hukum adat adalah masyarakat adat yang
memiliki batas-batas teritorial yang jelas, memiliki organisasi kekuasaan atau
pemerintahan dan juga memiliki hukum adat.
Konsep kesatuan masyarakat hukum adat
mengacu pada UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2). Pada dasarnya kesatuan masyarakat
hukum adat adalah masyarakat adat atau sekelompok orang yang secara turun
temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Indonesia karena
adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah,
sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di
wilayah adatnya. Istilah kesatuan masyarakat menunjuk kepada pengertian unit
organisasi masyarakat atau masyarakat yang terorganisasi menurut norma hukum
adat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat hukum adat, masyarakat hukum
yang bersumber dari tradisi budaya setempat. Dengan disebut sebagai masyarakat
hukum berarti unit organisasi masyarakat tersebut diakui dan dihormati oleh
Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai subjek hukum yang menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dalam pergaulan hukum. Karena itu yang diakui itu bukan hanya unit
organisasinya tetapi juga mencakup “hak-hak tradisionalnya” yang dapat berupa
tanah atau wilayah daratan atau wilayah perairan, ataupun benda-benda pustaka,
dan kekayaan-kekayaan budaya serta kawasan perkebunan, persawahan, hutan dan
sebagainya dalam wilayah tradisional masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Kesatuan masyarakat hukum adat tampil
beragam sesuai dengan budaya dan bahasa di tiap daerah, seperti huta dan
nagori di Sumatera Utara, gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, 28
marga di Sumatera bagian selatan,
tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman dan desa adat di Bali, lembang di
Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku.
Desa adat termasuk jenis masyarakat
adat dan bahkan kesatuan masyarakat hukum adat. Sesuai UU Desa, setiap
kesatuan masyarakat hukum adat dapat ditetapkan menjadi desa adat jika memenuhi
syarat harus memiliki wilayah dan paling kurang memenuhi salah satu atau
gabungan unsur adanya:
a. masyarakat yang warganya memiliki
perasaan bersama dalam kelompok;
b. pranata pemerintahan adat;
c. harta kekayaan dan/atau benda
adat; dan/atau
d. perangkat norma hukum adat.
Wilayah merupakan syarat pertama yang
bersifat mutlak. Empat syarat yang lain tidak bersifat akumulatif semua syarat,
melainkan dapat mengambil salah satu syarat dari empat syarat itu.
Sedangkan konsep lembaga adat
merupakan istilah yang diperkenalkan oleh pemerintah pada masa lalu, yang
menunjuk organisasi dan/atau pranata yang dimiliki masyarakat adat. Dalam UU
Desa disebutkan bahwa Lembaga adat Desa merupakan lembaga yang menyelenggarakan
fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan
berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
Bagaimana menentukan batas wilayah desa adat?
Pada dasarnya semua wilayah Indonesia
terbagi habis ke dalam wilayah desa, meskipun masih banyak desa di Indonesia
yang ti29
dak memiliki kejelasan batas-batas
wilayahnya. Sedangkan masyarakat adat pada umumnya memiliki satuan wilayah
geografis yang berskala desa, tetapi yang lebih banyak justru melintasi batas-batas
wilayah desa, kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi. Wilayah masyarakat adat
bisa tanpa batas, bisa menggunakan kriteria “sejauh mata memandang”, tetapi
untuk wilayah desa adat harus jelas, seperti halnya wilayah desa. Wilayah
kesatuan masyarakat hukum adat yang akan ditetapkan menjadi desa adat (secara de
jure) bisa seluas wilayah desa bisa juga seluas beberapa desa dalam satu
kecamatan.
Berita terkait : Penataan Desa
Tetapi ada dua prinsip dasar yang
harus dipegang. Pertama, tidak ada satu desa adat (yang sudah
ditetapkan secara de jure) memiliki wilayah yang melintasi wilayah
kecamatan, wilayah kabupaten/kota, dan wilayah provinsi. Mengapa? UU Desa
telah menegaskan bahwa desa atau desa adat berada dalam wilayah kabupaten/kota.
UU No. 23/2014 juga menegaskan bahwa wilayah NKRI dibagi menjadi wilayah
provinsi, wilayah provinsi dibagi menjadi wilayah kabupaten. Kedua,
wilayah desa adat (de jure) tidak boleh bersinggungan, beririsan, atau
bertumpuk sama dengan wilayah desa yang sudah ada.
COMMENTS