­
EKSISTENSI KEUCHIK SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN GAMPONG | Lensa Beelte
EKSISTENSI KEUCHIK SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN GAMPONG
HomeReusam

EKSISTENSI KEUCHIK SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN GAMPONG

PropellerAds

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa “ Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten/kota mengatur da...

Tugas dan fungsi Keurani Cut
Tugas dan fungsi Peutua Duson
Tugas Dan Fungsi Tuha Lapan
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 18B Ayat (1) dan Ayat (2) yang menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa, serta menghormati satuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi. Pengakuan negara atas kekhususan daerah Aceh ini terakhir diberikan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (selanjutnya disebut UUPA). UUPA ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman MoU (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan.

UUPA mengamanatkan bahwa penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui lembaga adat.  Dimana, lembaga adat berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota di bidang keamanan, ketentraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat. Adapun lembaga adat yang diatur dalam UUPA ada sebanyak 13 (tiga belas) lembaga adat dan Keuchik salah satu diantaranya.

Sebelum keluarnya UUPA ini telah diberlakukan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang ini, maka khusus untuk penyelenggaraan pemerintahan gampong(desa) dikeluarkan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.

Gampong dalam konteks Qanun No. 5 Tahun 2003 merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan (terendah), mempunyai pimpinan pemerintahan dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Sebagai kesatuan masyarakat hukum dan merupakan bagian dari struktur pemerintahan,gampong memiliki hak dan kekuasaan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam lingkungannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan syariat Islam.

Implementasi baik dari UUPA maupun Qanun No. 5 Tahun 2003 menjadi sangat penting untuk mengaktifkan kembali berbagai lembaga adat yang sangat diperlukan untuk terus ada dan menjadi lembaga pemutus dalam setiap penyelesaian sengketa. Di dalam Pasal 12 huruf f Qanun No. 5 Tahun 2003 ditegaskan bahwa: "Keuchik bertugas menjadi hakim perdamaian antar penduduk dalam gampong". Hal ini juga sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) huruf k (dan penjelasan) Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat yang menyatakan bahwa Keuchikbertugas menjadi pendamai (hakim perdamaian) terhadap perselisihan antar penduduk. Adapun isi Pasal 15 ayat (1) huruf k adalah “Menjadi pendamai terhadap perselisihan antar penduduk dalam gampong.” Sedangkan penjelasan Pasal 15 ayat (1) huruf k tersebut, dijelaskan bahwa: “Yang dimaksud pendamai adalah seseorang yang berfungsi sebagai hakim perdamaian dalam hal terjadinya sengketa/ perselisihan.” 

Tatanan kehidupan sosial masyarakat Aceh, berada dalam suatu komunitas kehidupan di gampong-gampong (desa). Kehidupan demikian telah membentuk ikatan kehidupan masyarakat yang sangat homogen, dalam suatu wilayah teritorial, kedaulatan serta menguasai kekayaan sumber alam bersama dan memiliki pemerintahan sendiri dengan segala tatanan hukum yang bersumberkan pada lembaga adat dengan segala perangkat dan materi-materi hukumnya. Perangkat gampong yang terdiri dari Keuchik, Sekretaris Gampong, Imeum Meunasah, Tuha Peuet Gampong dan ulama atau tokoh adat/cendikiawan lainnya merupakan perangkat paripurna sebagai alat pemerintahan gampong.

Pemerintah gampong ini sangat berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong. Dalam pemerintahan gampong tersebut keuchikberperan untuk mengasuh anggota komunitasnya mengenai masalah-masalah adat, masalah-masalah sosial, dan pada masa terakhir mengatur administrasi pemerintahan tingkat desa (gampong). Mengenai tugasKeuchik juga diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008. Adapun tugas Keuchik tersebut adalah:

a. membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syari’at Islam dalam masyarakat;

b. menjaga dan memelihara adat dan adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat;

c.   memimpin penyelenggaraan pemerintahan gampong;

d.  menggerakkan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam membangun gampong;
e.  membina dan memajukan perekonomian masyarakat;

f.   memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup;

g. memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya perbuatan maksiat dalam masyarakat;

h. mengajukan rancangan qanun gampong kepada Tuha Peut Gampong atau nama lain untuk mendapatkan persetujuan;

i.  mengajukan rancangan anggaran pendapatan belanja gampong kepada tuha peut gampong atau nama lain untuk mendapatkan persetujuan;

j.  memimpin dan menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan; dan

k. menjadi pendamai terhadap perselisihan antar penduduk dalam gampong.

Masyarakat hukum adat bersifat komunal, bermakna bahwa setiap individu ‘wajib’ menjunjung tinggi hak sosial dalam masyarakat. Sikap dan prilaku seseorang merupakan cerminan jiwa dan semangat masyarakat. Akan tetapi, terkadang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam berkehidupan sosial akan selalu ada perselisihan pendapat yang bisa menimbulkan sengketa, yang bisa terjadi antar pribadi maupun antar kelompok. Dengan lahirnya UUPA telah membawa dampak positif terhadap pengembangan dan penguatan lembaga adat di Aceh. Dalam Pasal 98 ayat (2) dan (3) UUPA dijelaskan bahwa "penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui lembaga adat".

Dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, diatur secara tegas dalam bab tersendiri mengenai jenis-jenis sengketa/perselisihan adat yang dapat diselesaikan melalui lembaga adat. Dalam Pasal 13 ayat (1) qanun tersebut, diatur bahwa setidaknya terdapat 18 (delapan belas) jenis sengketa/perselisihan adat yang dapat diselesaikan melalui lembaga adat, yaitu:

a.     perselisihan dalam rumah tangga;
b.     sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;
c.      perselisihan antar warga;
d.     khalwat meusum;
e.     perselisihan tentang hak milik;
f.       pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);
g.     perselisihan harta sehareukat;
h.     pencurian ringan;
i.       pencurian ternak peliharaan;
j.       pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;
k.     persengketaan di laut;
l.       persengketaan di pasar;
m.   penganiayaan ringan;
n.     pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);
o.     pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;
p.     pencemaran lingkungan (skala ringan);
q.     ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan
r.      perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.

Pada umumnya, sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan pada tingkat gampong dilaksanakan di Meunasah Gampong (atau nama lain). Sedangkan pada tingkat Mukim, sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihan dilaksanakan di Mesjid.
Peran Keuchik selaku eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan gampong dan Tuha Peuet selaku legislatif  yang menetapkan reusam gampong  dan juga kedua lembaga ini juga berperan penting dalam mewujudkan perdamaian di gampong. Jadi, peran lembaga adat sebagai peradilan menjadi sangat penting untuk menyelesaikan berbagai hal sehingga terhindar dari sengketa yang besar.

Pasal 16 ayat (1) Qanun No. 9 Tahun 2008 menyebutkan kriteria sanksi yang diterima pelanggar adat berdasarkan putusan peradilan adat gampong yaitu: nasehat, teguran, pernyataan maaf, sayamdiyat, denda, ganti kerugian, dikucilkan dari masyarakat, dikeluarkan darigampong, pencabutan gelar adat, dan sanksi lainnya disesuaikan dengan hukum adat setempat.

Ada beberapa kasus yang diketahui yang telah diselesaikan olehKeuchik sebagai hakim peradilan gampong, yaitu: 
  1. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Perebutan Hak Asuh Anak yang terjadi di Gampong Lampase Aceh Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh; 
  2. Kasus penganiayaan yang terjadi di Gampong Suka Ramai Kecamatan Baiturahman Kota Banda Aceh; 
  3. Kasus khalwat yang terjadi di Gampong Peurada Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh; dan 
  4. Kasus sengketa tanah yang terjadi di Gampong Peurada Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.

Pada kasus pertama, kasus KDRT dan Perebutan Hak Asuh Anak, diselesaikan melalui peradilan adat gampong pada bulan Januari 2009 yang bertempat di Meunasah dan di hadapan Keuchik dan Tuha Peuet serta tokoh adat dan tokoh masyarakat lainnya. Kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk mematuhi sebuah keputusan yang telah diputuskan oleh Keuchik untuk yang dituangkan dalam bentuk sebagai Surat Pernyataan Perdamaian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa, saksi-saksi dan Keuchik sebagai pihak yang telah memutuskan perselesihan tersebut.

Pada kasus kedua, kasus penganiayaan, juga diselesaikan melalui peradilan adat gampong pada bulan Juni 2008 yang bertempat di Meunasah dan dihadapan Keuchik dan tokoh adat serta tokoh masyarakat lainnya. Di sini, kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk berdamai dan tunduk pada putusan yang telah dijatuhkan oleh Keuchik sebagai hakim perdamaian yang dituangkan dalam surat pernyataan damai yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan saksi-saksi serta Keuchik (dalam kasus ini oleh Lurah), sebagai hakim pemutus sengketa tersebut.

Sedangkan pada kasus ketiga, kasus khalwat, diselesaikan melalui peradilan adat gampong pada bulan April 2007 yang dilangsungkan diMeunasah dan dihadapan Keuchik, Tuha Peuet, dan tokoh adat serta tokoh masyarakat lainnya yang menyaksikan proses penyelesaian kasus tersebut. Dimana, pelaku khalwat diadili yang bertempat di Meunasahyang dilakukan oleh Keuchik dan Tuha Peuet dan tokoh masyarakat lainnya, berdasarkan ketentuan adat. Dalam kasus ini, Keuchik dan Tuha Peuet memutuskan bahwa sanksi yang diberikan kepada kedua tersangka yaitu berupa sanksi pengusiran dari gampong.

Terakhir, pada kasus keempat yaitu kasus sengketa tanah, diselesaikan melalui peradilan adat gampong pada bulan Juli 2009 yang bertempat di Mesjid gampong yang dilakukan dihadapan Keuchik danTuha Peuet serta tokoh adat dan tokoh masyarakat lainnya. Pada kasus ini, salah satu warga melakukan pemagaran pekarangan rumah yang menjangkau tanah tetangganya, sehingga pemilik tanah menggugat padaKeuchik setempat. Dalam persengketaan ini, Keuchik sebagai kepalagampong memutuskan bahwa pihak yang menyerobot tanah tersebut harus meminta maaf dan membatar ganti kerugian tanah tersebut. Dan hasil putusan Keuchik (kesepakatan damai para pihak) dituangkan dalam bentuk surat perdamaian.

 Identifikasi Masalah
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat diambil beberapa permasalahan antara lain :
   1.  Bagaimana eksistensi Keuchik sebagai hakim perdamaian gampong dalam
        penyelesaian  sengketa?

   2.  Apakah ketentuan tentang Keuchik sebagai hakim perdamaiangampong sudah sesuai dengan norma-norma hukum adat di Aceh?




Prihal keistimewaan Aceh telah dimuat sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor  44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Nanggroe Aceh Darussalam.

Lihat Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Gampong merupakan daerah hukum paling kecil di Aceh, seperti desa di Pulau Jawa, Dusun di Sumatera Selatan, Huta di Tapanuli,Nagari di Minangkabau dan Kampung di daerah-daerah Melayu lainnya. Konsepsi pemerintahan gampong dilihat dari teori ilmu pemerintahansebagai pelaksana “Mono Trias Functions”, yaitu kekuasan eksekutif, legislatif dan yudikatif menyatu dalam kekuasaan Keuchik selaku kepala pemerintahan gampong dengan meunasah sebagai pusat pemerintahan, yang berfungsi sebagai lembaga keagamaan, pendidikan, hukum danadat, politik, dan sosial budaya lainnya (Lihat T. Syamsuddin dalam Ismail Suny (ed), Bunga Rampai Tentang Aceh, Bhatara Karya Aksara, Jakarta, 1980, hal. 122). Ada juga yang menyebutkan bahwa gampong adalah unit terkecil dari masyarakat di Aceh, yang terdiri dari beberapa rumah dan dikepalai oleh seorang Keuchik (pimpinan gampong). Suatu kombinasi (gabungan) dari empat sampai delapan gampong membentuk suatu mukim yang dikepalai oleh seorang imeum mukim. 

Gampong memiliki rakyat dengan susunan pemerintahan sendiri, memiliki tatanan aturan, harta kekayaan, dan batas teritorial. Gampong berwenang penuh untuk mengembangkan adat dan adat-istiadatnya, bahkan berfungsi menyelenggarakan “peradilan adat” sesuai dengan tatanan adat yang mereka miliki.

Istilah “sengketa” bagi masyarakat hukum adat bukan hanya ditujukan untuk kasus perdata, yang menitik beratkan pada kepentingan perorangan, tetapi sengketa juga digunakan untuk tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. Makna sengketa bagi masyarakat hukum adat, ditujukan kepada ketidakseimbangan sosial. Artinya, jika terjadi sekngketa dalam hukum perdata, atau kejahatan dan pelanggaran dalam hukum pidana, maka masyarakat hukum adat merasakan adanya ketidakseimbangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, masyarakat akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui mekanisme hukum adat.

Imeum Meunasah/Teungku Gampong adalah pemimpin dan pembina bidang agama (Islam), yang sekaligus bertindak selaku pemimpin upacara kematian di gampong.

Tuha Peuet Gampong adalah para ureung tuha (orang tua) anggota musyawarah gampong yang bertugas dan berfungsi memberikan nasehat, saran, pertimbangan, atau pendapat kepada Keuchik dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan gampong . Ada juga yang mengartikan bahwa Tuha Peuet adalah dewan orang tua-orang tua yang mempunyai pengetahuan luas tentang adat dan agama.

Pengaturan tentang Tuha Peuet sebagai legislatif di Gampong dapat dilihat pada Pasal 18 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.

Reusam adalah petunjuk-petunjuk adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat. Lihat Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. Ada juga yang mengatakan Reusam adalah tatanan protokoler/seremonial adat istiadat dari ahli-ahli adat yang terus berjalan.

Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa Reusam adalah aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dalam suatu daerah yang tertentu sebagai kelompok sosial yang mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat, yang kemudian disebut adat.

Hingga saat ini masih ada adagium yang masih sakral dalam kehidupan masyarakat adat Aceh terkait perlakuan masyarakat adat dalam menyelesaikan permasalahan/sengketa, yaitu: “Nyang rayeuk ta peu ubit, nyang ubit ta peu gadoh” ((masalah) yang besar dikecilkan, (masalah) yang kecil di hilangkan).

Yang dimaksud dengan sayam adalah perdamaian persengketaan/perselisihan yang mengakibatkan keluar darah (roe darah) yang diformulasikan dalam wujud ganti rugi berupa penyembelihan hewan ternak dalam sebuah acara adat (Lihat penjelasan Pasal 16 huruf d Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.

Dalam Kompilasi Hukum Adat Damai (Kompilasi hukum adat (Adat Meukuta Alam tentang Kejahatan dan Pelanggaran) dijelaskan:

 [1] Adapun bangun (dhiyat–dhiet) orang merdeka 100 unta dibayar kepada ahli waris yang mati; 

[2] Jikalau sudah dibayar bangun yang mati kepada ahli warisnya, tiada boleh dibunuh orang yang menganiaya itu, karena sudah taubat dan berdamai.

Lihat Pasal 16 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
Name

Aceh,8,Al-Ilmu Nuurun,4,Antar Muka,2,Berita,36,Daerah,3,Ekbis,9,featured,8,Finansial,4,Gadgets,1,Hukum,9,Internasional,2,Islam,16,KPK,4,Lifestyle,4,Lokal,11,Luar Negeri,2,Nasional,32,Olah Raga,1,Opini,16,Otomotif,3,Peradaban Islam,7,Pojok Cerita,12,Politik,2,Ramadhan,6,Reusam,9,Ruang Desa,3,Rubrik,18,Sejarah,14,Seni dan Budaya,2,Serba serbi,12,Video,3,
ltr
item
Lensa Beelte: EKSISTENSI KEUCHIK SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN GAMPONG
EKSISTENSI KEUCHIK SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN GAMPONG
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWDpsGlbXX09qV1GfoXSlKJOHo7-gQ6wUwwVFrYS4tuCjXNlqNhHgovTmoGs5kHSzumr059Qdmv0TyoBOfU1UoJLYnEuOS08G4lpoRRKnRufRVcDHShdTeCNQLNZOY939ut59CgS8gBMjE/s320/Blang+teumulek.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWDpsGlbXX09qV1GfoXSlKJOHo7-gQ6wUwwVFrYS4tuCjXNlqNhHgovTmoGs5kHSzumr059Qdmv0TyoBOfU1UoJLYnEuOS08G4lpoRRKnRufRVcDHShdTeCNQLNZOY939ut59CgS8gBMjE/s72-c/Blang+teumulek.png
Lensa Beelte
https://blangteumulek2017.blogspot.com/2017/06/eksistensi-keuchik-sebagai-hakim.html
https://blangteumulek2017.blogspot.com/
http://blangteumulek2017.blogspot.com/
http://blangteumulek2017.blogspot.com/2017/06/eksistensi-keuchik-sebagai-hakim.html
true
7148900875614583633
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy