Alih-alih melanjutkan, mari belajar dari Pemilu Jakarta yang memecah belah

Oleh: Muhammad Sinatra dan Dwintha Maya Kartika Setelah kekalahan pemilihan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dan keyakinan se...


Oleh: Muhammad Sinatra dan Dwintha Maya Kartika
Setelah kekalahan pemilihan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dan keyakinan selanjutnya, ada tekanan untuk "melanjutkan" dari kekacauan yang diakibatkan oleh pemilihan gubernur Jakarta. Seluruh episode itu benar-benar pengalaman intelektual dan emosional untuk seluruh bangsa.
Namun dengan terang-terangan mengabaikan konsekuensi teka-teki ini pada akhirnya akan merusak kedewasaan politik dan kohesi politik Indonesia.Kontroversi Ahok menunjukkan adanya patah tulang sosial yang tersembunyi di balik fasad yang menggambarkan Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim yang toleran, moderat, dan progresif.   
Pertama, partisipasi politik publik terus terganggu oleh dilema simbolis versus substansi. Keutamaan simbol dicontohkan dalam kerja politik identitas sebagai senjata politik dan konsolidasi kekuasaan di sekitar aktor mirip selebritis tertentu.
Selama politik identitas tetap berpengaruh, kelaparan politik Ahok akan terus mengirimkan pesan yang tidak menyenangkan kepada kandidat politik yang meminta persetujuan konstituen dengan identitas yang berbeda.
Sisi lain dari koin itu adalah kepatuhan yang berlebihan terhadap mereka yang berkampanye melawan Ahok dan pendukungnya. Misalnya, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab meluncurkan kampanye anti-Ahok yang sangat efektif sehingga banyak yang mau mengabaikan perang salib FPI yang ketat untuk sebuah agenda Islam.
Identifikasi masyarakat yang tidak beralasan dengan simbol yang dibayangkan oleh aktor politik akan terus menghambat proses demokrasi Indonesia, yang idealnya bergantung pada rasionalitas dan pemikiran kritis. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kematangan politik sebuah negara yang membanggakan dirinya sebagai negara demokratis.
Kedua, tekanan untuk menyesuaikan diri seperti yang terlihat pada perilaku kawanan klasik tetap merupakan kekuatan kuat di Indonesia. Agama digunakan sebagai instrumen saat demonstrasi anti-Ahok dimobilisasi. Umat ​​Muslim yang menganut mentalitas kelompok dianugerahi penghargaan sosial oleh kelompok mayoritas dan juga mendapat tempat di antara komunitas Muslim yang berusaha melindungi agama tersebut dari gubernur yang menghujat.
Mereka yang ditolak diancam dengan pengasingan, mempermalukan, dan bahkan ekskomunikasi agama. Beratnya hukuman tersebut menyebabkan penyensoran diri, menjelaskan kurangnya argumen balik oleh umat Islam dalam wacana penghujatan.
Sebuah perilaku yang sesuai dengan kerumunan anti-Ahok kemungkinan akan membawa seseorang untuk bergabung dalam demonstrasi di masa depan yang menuntut seorang Muslim religius di kantor publik, jika publik gagal untuk menegaskan pendekatan yang lebih kritis terhadap isu-isu yang diangkat selama gerakan anti-Ahok.
Ketiga, ayunan baru-baru ini kepada kaum konservatif mengindikasikan banyak ketidakmampuan Muslim Indonesia untuk merekonsiliasi identitas agama dan nasional. Sementara konservatisme itu sendiri bukanlah ancaman bagi integritas bangsa, namun ini bisa menjadi landasan bagi supremasi Islam, yang beberapa di antaranya terlalu senang untuk dikejar saat ini. Tidak hanya permintaan untuk politisi dan pemimpin Muslim yang saleh, sekarang kita menghadapi kecenderungan penolakan nilai-nilai Pancasila yang mendukung cita-cita Islam oleh pengguna media sosial. 
Dalam demokrasi majemuk, kompromi merupakan kebutuhan masyarakat untuk berfungsi. Namun, seruan baru-baru ini untuk dominasi Islam di bidang politik, ekonomi, dan sosial tidak hanya menimbulkan ketakutan di kalangan minoritas mengenai hak dan tempat mereka di Indonesia yang majemuk, tetapi juga di antara banyak kelompok Muslim dengan pendekatan yang berbeda terhadap hubungan antara agama dan negara.
Panggilan untuk dominasi Islam juga mengubah Islam menjadi mata uang politik yang menguntungkan dalam kontes politik, yang memungkinkannya dieksploitasi lebih lanjut oleh aktor pragmatis yang tidak harus mengikuti nilai dan cita-cita Islam, dan membatasi ekspresi sistem politik nampaknya tidak Islami atau Pandangan dunia Ini menjelaskan tekanan yang meningkat untuk menghilangkan nilai-nilai Pancasila karena menempatkan Islam dan umat Islam sejajar dengan kelompok agama lain, oleh karena itu menyangkal keunggulan Islam dalam ranah publik.
Kesimpulannya, kontroversi seputar pemilihan gubernur di Jakarta harus menjadi ajakan bangun untuk mempertanyakan beberapa asumsi dasar tentang bagaimana Indonesia dirasakan. Ini termasuk penggambaran Indonesia sebagai kisah sukses rekonsiliasi Islam-demokrasi, citra bangsa yang toleran dan harmonis, dan citra Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim progresif.
Alih-alih mendorong untuk beralih dari polemik terbaru ini, orang Indonesia akan melakukannya dengan baik untuk memahami saat ini untuk memahami bagaimana kejadian terjadi seperti yang mereka lakukan dari lensa berpendidikan dan kritis. Di era informasi ini, bagaimanapun, orang harus pandai dalam membentuk pendapat mereka tentang bagaimana agama harus berperan dalam setting multikultural dan multi-etnis.
Karena kita baru saja merayakan Ramadhan dan Idul Fitri, tidak ada waktu yang lebih baik untuk melakukan refleksi diri tentang bagaimana kita bisa memperbaiki diri kita sebagai Muslim dan sebagai warga negara patriotik bangsa kita.
***
Muhammad Sinatra adalah Analis dalam Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Studi (FPSS) di Institut of Studi Strategis dan Internasional (ISIS) Malaysia. Dia melihat isu terorisme dan perkembangan sosio-politik di Asia Tenggara. Dia bisa dihubungi di sinatra@isis.org.my.
Dwintha Maya Kartika merupakan Analyst di bidang Ekonomi, Perdagangan dan Integrasi Regional (ETRI) di Institut of Studi Strategis dan Internasional (ISIS) Malaysia.Dia melakukan penelitian tentang integrasi ekonomi dan isu ekonomi domestik, sementara juga menenggelamkan diri untuk mengeksplorasi pikiran dan perilaku manusia Dia bisa dihubungi dimaya@isis.org.my.
Sumber : TheJakartaPost

COMMENTS

PropellerAds
PropellerAds
PropellerAds
Name

Aceh,8,Al-Ilmu Nuurun,4,Antar Muka,2,Berita,36,Daerah,3,Ekbis,9,featured,8,Finansial,4,Gadgets,1,Hukum,9,Internasional,2,Islam,16,KPK,4,Lifestyle,4,Lokal,11,Luar Negeri,2,Nasional,32,Olah Raga,1,Opini,16,Otomotif,3,Peradaban Islam,7,Pojok Cerita,12,Politik,2,Ramadhan,6,Reusam,9,Ruang Desa,3,Rubrik,18,Sejarah,14,Seni dan Budaya,2,Serba serbi,12,Video,3,
ltr
item
Lensa Beelte: Alih-alih melanjutkan, mari belajar dari Pemilu Jakarta yang memecah belah
Alih-alih melanjutkan, mari belajar dari Pemilu Jakarta yang memecah belah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBpoTu_VUDxEDPxXAg4IvaIAcTXR94dagDTdwocH0ROh-Ihknfe7WHQj8FTVqhicFHEo4_9zs0G-SCImClRv6Q2mjei68NmwfOrXI8mN0-y-8ikExY4k9UeiJ2biqkEArHh3z5t5I6SHrF/s640/mayday2015j.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBpoTu_VUDxEDPxXAg4IvaIAcTXR94dagDTdwocH0ROh-Ihknfe7WHQj8FTVqhicFHEo4_9zs0G-SCImClRv6Q2mjei68NmwfOrXI8mN0-y-8ikExY4k9UeiJ2biqkEArHh3z5t5I6SHrF/s72-c/mayday2015j.jpg
Lensa Beelte
https://blangteumulek2017.blogspot.com/2017/07/alih-alih-melanjutkan-mari-belajar-dari.html
https://blangteumulek2017.blogspot.com/
http://blangteumulek2017.blogspot.com/
http://blangteumulek2017.blogspot.com/2017/07/alih-alih-melanjutkan-mari-belajar-dari.html
true
7148900875614583633
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy